Tuesday, March 17, 2009

PERMASALAHAN NARKOBA DI INDONESIA DAN PENANGGULANGANNYA

BADAN NARKOTIKA NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN.
SEJARAH MARAKNYA PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN OBAT
TERLARANG DAPAT DITELUSURI RATUSAN TAHUN YANG LALU DIMANA
OBAT-OBATAN PSYCHOACTIVE DIGUNAKAN UNTUK KEPERLUAN
PENGOBATAN KEAGAMAAN (RELIGIOUS) DAN SEBAGAI HIBURAN
(RECREATIONAL PURPOSE). DAN PADA AKHIR ABAD KE-19, DENGAN
SEMAKIN BERKEMBANGNYA ILMU KIMIA DAN FARMAKOLOGI
MASYARAKAT MULAI MENSINTESAKAN BERBAGAI ZAT YANG SANGAT
KUAT DAN BERSIFAT AMAT ADDICTIVE YANG DAPAT MENGAKIBATKAN
KECANDUAN SEPERTI MISALNYA COCAINE DAN HEROIN.
PERANGKAT PELAKSANA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN
NARKOBA DI INDONESIA DIKOORDINASIKAN OLEH BAKOLAK INPRES
6/1971 SEBAGAI FOCAL POINT.
DENGAN SEMAKIN MARAKNYA PERDAGANGAN GELAP DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA MASA KRISIS EKONOMI (1997 –
1999), MAKA PEMERINTAH PADA MASA REFORMASI MERASA PERLU
UNTUK MEREVISI LEMBAGA BAKOLAK INPRES 6/1971 SEKALIGUS
MEMPERKUAT POSISINYA SEBAGAI LEMBAGA YANG BERADA
LANGSUNG DIBAWAH PRESIDEN DAN DIPIMPIN OLEH KEPALA
KEPOLISIAN RI (KAPOLRI) SECARA EX OFFICIO. BADAN BARU YANG
BERNAMA “ BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL “ (BKNN) INI
MULAI BEKERJA AKTIF SEJAK TAHUN 2000 DAN MENGAMBIL ALIH FUNGSI
BAKOLAK INPRES 6/1971 TERMASUK MENJADI FOCAL POINT KERJASAMA
ASEAN.
BKNN MEMILIKI FUNGSI KOORDINATIF. DARI SUSUNAN KOMPOSISI
PERSONELNYA TERLIHAT DENGAN JELAS BAHWA BADAN INI BERSIFAT
LINTAS SEKTORAL. WALAUPUN TIDAK MEMILIKI WEWENANG YANG LUAS
SEPERTI PENANGKAPAN, PENYITAAN DAN PENUNTUTAN YANG
2
DILAKUKAN DEA (DRUG ENFORCEMENT ADMINISTRATION) DAN BADANBADAN
SEJENIS DI BEBERAPA NEGARA ASEAN LAINNYA, NAMUN
DIHARAPKAN BKNN DAPAT BERTINDAK SEBAGAI LOKOMOTIF
PEMBERANTASAN MASALAH NARKOBA DI INDONESIA.
SETELAH BERJALAN KURANG LEBIH 2 (DUA) TAHUN, BKNN MASIH JUGA
DIRASAKAN KURANG MENGGIGIT, DAN DARI BERBAGAI KALANGAN
MASYARAKAT MENUNTUT AGAR LEBIH OPERASIONAL, MAKA
BERDASARKAN HAL ITULAH PRESIDEN MERUBAH KEPUTUSANNYA YANG
DITUANGKAN DALAM KEPPRES RI NOMOR 17 TAHUN 2002, TANGGAL 22
MARET 2002 MENJADI BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
DISAMPING ITU MPR-RI JUGA TELAH MENGELUARKAN KETETAPAN
MPR-RI NOMOR : VI/MPR/2002, YANG MEREKOMENDASIKAN KEPADA
PRESIDEN SEBAGAI BERIKUT :
- MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS SESUAI DENGAN HUKUM YANG
BERLAKU TERHADAP PRODUSEN, PENGEDAR, DAN PEMAKAI SERTA
MELAKUKAN LANGKAH KOORDINASI YANG EFEKTIF, ANTISIPATIF,
DAN EDUCATIF DENGAN PIHAK TERKAIT DAN MASYARAKAT.
- MENGUPAYAKAN UNTUK MENINGKATKAN ANGGARAN GUNA
MELAKUKAN REHABILITASI TERHADAP KORBAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA.
- BERSAMA DPR, MEREVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN
1997 TENTANG NARKOTIKA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5
TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA.
DENGAN DEMIKIAN PEMERINTAH TELAH MENINDAK-LANJUTINYA
DENGAN MENGELUARKAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PENANGGULANGAN
PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA. INPRES
TERSEBUT MENGINSTRUKSIKAN KEPADA PARA MENTERI, PANGLIMA TNI,
JAKSA AGUNG RI, KAPOLRI, KEPALA LEMBAGA DEPARTEMEN DAN NON
DEPARTEMEN, KEPALA KESEKRETARIATAN TERTINGGI / TINGGI NEGARA,
PARA GUBERNUR SAMPAI KEPADA PARA BUPATI WALIKOTA, AGAR
DALAM MENGAMBIL LANGKAH-LANGKAH YANG DIPERLUKAN DALAM
RANGKA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN
GELAP NARKOBA DI LINGKUNGANNYA SELALU BERKOORDINASI
DENGAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
II. PERKEMBANGAN KASUS NARKOBA
3
MASALAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI INDONESIA MERUPAKAN
MASALAH SERIUS YANG HARUS DICARIKAN JALAN PENYELESAIANNYA
DENGAN SEGERA. BANYAK KASUS YANG MENUNJUKKAN BETAPA
AKIBAT DARI MASALAH TERSEBUT DIATAS TELAH MENYEBABKAN BANYAK
KERUGIAN, BAIK MATERI MAUPUN NON MATERI. BANYAK KEJADIAN,
SEPERTI PERCERAIAN ATAU KESULITAN LAIN BAHKAN KEMATIAN YANG
DISEBABKAN OLEH KETERGANTUNGAN TERHADAP NARKOTIKA DAN
OBAT-OBAT TERLARANG.
SECARA UMUM PERMASALAHAN NARKOBA DAPAT DIBAGI MENJADI 3
(TIGA) BAGIAN YANG SALING TERKAIT, YAKNI :
PERTAMA : ADANYA PRODUKSI NARKOBA SECARA GELAP
(ILLICIT DRUG PRODUCTION).
KEDUA : ADANYA PERDAGANGAN GELAP NARKOBA (ILLICIT
TRAFFICKING).
KETIGA : ADANYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA (DRUG ABUSE).
KETIGA HAL ITULAH SESUNGGUHNYA MENJADI TARGET SASARAN YANG
INGIN DIPERANGI OLEH MASYARAKAT INTERNASIONAL DENGAN
GERAKAN ANTI MADAT SEDUNIA.
MASALAH PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI
INDONESIA MENUNJUKKAN KECENDERUNGAN YANG TERUS
MENINGKAT, SUDAH SANGAT MEMPRIHATINKAN DAN MEMBAHAYAKAN
KEHIDUPAN MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA. INDONESIA BUKAN
HANYA SEBAGAI TEMPAT TRANSIT DALAM PERDAGANGAN DAN
PEREDARAN GELAP NARKOBA, TETAPI TELAH MENJADI TEMPAT
PEMASARAN DAN BAHKAN TELAH MENJADI TEMPAT UNTUK PRODUKSI
GELAP NARKOBA.
SITUASI KEJAHATAN NARKOBA DI INDONESIA DALAM KURUN WAKTU 5
(LIMA) TAHUN TERAKHIR DAPAT DIGAMBARKAN MELALUI DATA ANGKA
KEJAHATAN, JUMLAH TERSANGKA SERTA BARANG BUKTI YANG
BERHASIL DISITA.
4
1. JUMLAH KASUS DAN TERSANGKA
JUMLAH KASUS JUMLAH TERSANGKA
NO TAHUN
TOT AL SELE SAI PROSE NTASE TOT AL WN I WN A
1.
2.
3.
4.
5.
1998
1999
2000
2001
2002
999
1.833
3.478
3.617
3.751
821
1.775
3.344
3.276
3.551
82,1%
96,8%
96,1%
90,6%
94,7%
1.308
2.590
4.955
4.924
5.310
1.259
2.542
4.887
4.674
5.228
49
48
68
50
82
6. 2003(Mar) 783 - - 1.098 1.079 19
2. JUMLAH BARANG BUKTI NARKOTIKA
JUMLAH BARANG BUKTI
NO TAHUN
GANJA HEROIN MORPHIN KOKAIN HASHISH
1. 1998 1.071.862,7gr
47.515 btg
27.761,26gr - 4.748,1 gr 920,04 gr
2. 1999 4.488.030,7gr
78.072 btg
14.049,2gr 3.174 gr 499,8 gr 300.004,5gr
3. 2000 6.332.908,1gr
49.520 btg
22.655,8gr 223 gr 17.414,5 gr 3.885,64 gr
4. 2001 27.391.071,2gr
20.613 btg
16.642,2gr 0,68 gr 30.120,6 gr 5.631,8 gr
5. 2002 58.238.990,2gr
366.614 btg
17.902,2gr - 2.303,7 gr 687 gr
6. 2003(Mar) 4.198.658,4gr
1.603 btg
7.021,2gr - 8,5 gr -
3. JUMLAH BARANG BUKTI PSIKOTROPIKA
JUMLAH BARANG BUKTI
NO TAHUN
ECSTASY SHABU-SHABU DAFTAR G
1. 1998 119.655 tablet 8.128,22 gr 589.210 tablet
2. 1999 29.510,75 tablet 218.625,375 gr 545.722 tablet
3. 2000 109.567,25 tablet 76.703,84 gr 382.174 tablet
4. 2001 90.523,25 tablet 48.848,62 gr 375.640,5 tablet
5. 2002 63.670,5 tablet
360 gr bahan
392.769,75 gr 306.589 tablet
3.300 injeksi
6. 2003(Mar) 13.065,75 tablet 3.203,93 gr 42.001,5 tablet
4. KASUS NARKOBA TAHUN 2002 – 2003 YANG MENONJOL :
5
a. KASUS CLANDESTINE LABORATORY (PABRIK GELAP) ECSTASY
TANGERANG, TERSANGKA ANG KIEM SOEI, DENGAN BARANG
BUKTI : MDMA CAIR 120 LITER, MDMA POWDER 500 KG, TABLET
XTC 8.200 BUTIR. KEMAMPUAN PRODUKSI 150.000 BUTIR
PERHARI.
b. KASUS PEREDARAN GELAP 4,6 KG SHABU-SHABU, TERSANGKA
HUSEIN KUSMO SUTIRI ALS JIMMY, DI KUTA BENGKALIS RIAU.
c. KASUS PRODUKSI GELAP ECSTASY DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN TANGERANG, TERSANGKA OEY TJUN
HIONG ALS HENDRIK, DENGAN BARANG BUKTI 115 BUTIR PIL
ECSTASY, 27,4 GR SHABU-SHABU DAN 0,6 GR HEROIN. SERTA
DITEMUKAN JUGA BAHAN BAKU + 2 KG BUBUK WARNA-WARNI
DAN 1 PERANGKAT ALAT CETAK PIL ECSTASY , BAHAN CAIRAN
7 BOTOL PALSTIK, 1 TIMBANGAN ELEKTRONIK.
d. KASUS PEREDARAN GELAP ECSTASY DAN SHABU-SHABU DI
LAPAS SALEMBA JAKARTA PUSAT, TERSANGKA IWAN DJAYA
ATMAJA ALS IWAN, DENGAN BARANG BUKTI : SHABU-SHABU
275,6 GR, ECSTASY 2.290 BUTIR.
e. KASUS PEREDARAN GELAP + 408 GR HEROIN, OLEH
TERSANGKA FRED MASU ALS AJAX DAN TEMAN-TEMANNYA
SESAMA WARGA NIGERIA.
f. PENGUNGKAPAN SINDIKAT PEREDARAN GANJA KERING
SEBERAT 1,8 TON DI BEKASI.
III. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOBA
DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOBA DAPAT DIKELOMPOKKAN
MENJADI TIGA KATEGORI :
1. DEPRESSANT
MERUPAKAN OBAT PENENANG (SEDATIVES) YANG BEKERJA PADA
SISTIM SYARAF. ZAT-ZAT INI MEMBERIKAN RASA RILEKS YANG
BERSIFAT ARTIFICIAL DAN MENGURANGI KETEGANGAN/
KEGELISAHAN SERTA TEKANAN MENTAL. NAMUN OBAT JENIS INI
6
CENDERUNG MENGAKIBATKAN KETERGANTUNGAN PSIKOLOGIS.
UPAYA UNTUK MENGATASI KETERGANTUNGAN TERHADAP OBATOBATAN
KATEGORI INI SANGAT BERAT. CONTOH OBAT-OBATAN
JENIS INI MISALNYA HEROIN DAN OBAT TIDUR (BARBITURATES).
2. STIMULANTS
MERUPAKAN ZAT YANG MENGAKTIFKAN, MEMPERKUAT DAN
MENINGKATKAN AKTIFITAS DARI SISTIM SYARAF PUSAT. OBATOBATAN
ATAU ZAT YANG TERMASUK KE DALAM KATEGORI INI
ANATARA LAIN ADALAH COCAINE, CRACK, AMPHETAMINE DAN
ZAT PENGHILANG NAPSU MAKAN SINTETIS SEPERTI MISALNYA
PHENMETRAZINE DAN METHYLPHENIDATE. STIMULANTS DAPAT
MENDORONG SYMPTOMS YANG BERSIFAT MEMABUKKAN SEPERTI
MENINGKATNYA DENYUT JANTUNG, MEMBESARNYA BIJI MATA
(PUPIL) DAN MENINGKATNYA TEKANAN DARAH SERTA MUAL-MUAL
DAN MUNTAH. OBAT-OBATAN JENIS INI DAPAT MENYEBABKAN
TINDAK KEKERASAN DAN PRILAKU AGRESIF SERTA MENGHASUT
DAN TIDAK DAPAT MENILAI SEGALA SESUATU SECARA JERNIH. ZAT
INI BAHKAN DAPAT MENGAKIBATKAN SAKIT JIWA (DELUSIONAL
PSYCHOSIS).
3. HALLUCINOGENS
HALLUCINOGENS SECARA KIMIAWI SANGAT BERAGAM DAN
DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN MENTAL YANG HEBAT
SEPERTI EUPHORIA, KEGELISAHAN, PENYIMPANGAN (DISTORSI)
SENSORIK, HALUSINASI YANG BENAR-BENAR “NYATA”, BERKHAYAL,
PENYAKIT GILA KARENA KETAKUTAN ATAU KEKECEWAAN
(PARANOIA), DAN DEPRESI. YANG TERMASUK KEDALAM ZAT ATAU
OBAT JENIS INI ADALAH MARIJUANA, ECSTASY, LSD DAN
MESCALINE.
PEMAKAIAN KETIGA JENIS OBAT-OBATAN TERSEBUT PADA DASARNYA
DAPAT DILAKUKAN DENGAN CARA DITELAN (INGESTED), DIHIRUP
(INHALED), DIHISAP (SMOKE), DAN DISUNTIKAN (INJECTED).
AKIBAT DARI PENGGUNAAN NARKOBA DAPAT DIRASAKAN SEGERA
DAN DAPAT PULA BERAKIBAT PADA MENURUNNYA KONDISI KESEHATAN
SETELAH MELEWATI JANGKA WAKTU TERTENTU. MISALNYA,
PENGGUNAAN MARIJUANA YANG DILAKUKAN SEKALI -SEKALI DAPAT
7
BERAKIBAT LANGSUNG PADA PERKEMBANGAN KOGNITIG DAN
MEMORI JANGKA PENDEK. PENGGUNAAN OBAT JENIS INI DALAM
JANGKA WAKTU TERTENTU DAPAT BERDAMPAK NEGATIF PADA PERSEPSI,
REAKSI DAN KOORDINASI GERAKAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN
KECELAKAAN. HALLUCINOGENS DAPAT MERUSAK PERSEPSI,
MENGGANGGU DENYUT JANTUNG DAN TEKANAN DARAH, SERTA
DALAM JANGKA PANJANG DAPAT MENYEBABKAN SYSTEM SYARAF,
DEPRESI, KEGELISAHAN, HALUSINASI VISUAL DAN FLASHBACK.
COCCAINE DAN AMPHETAMINE MENGAKIBATKAN GEMETAR (TREMOR),
SAKIT KEPALA, TEKANAN DARAH TINGGI (HYPERTENSION), DAN
MEMPERCEPAT DENYUT JANTUNG. DAMPAK JANGKA PANJANGNYA
BERUPA MUAL-MUAL, TIDAK BISA TIDUR (INSOMNIA), KEHILANGAN
BERAT BADAN DAN DEPRESI. PARA PENGGUNA HEROIN PADA
MULANYA AKAN MERASA MUAL, PERNAPASAN TERGANGGU, KULIT
KERING, GATAL-GATAL, BICARA SEMAKIN LAMBAT DAN DAYA
REFLEKSNYA MEROSOT. DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU DAPAT
MENGAKIBATKAN RESIKO YANG SERIUS DENGAN SEMAKIN
MENINGKATNYA KETERGANTUNGAN FISIK DAN PSIKOLOGIS, YANG
DAPAT BERAKIBAT PADA OVERDOSIS AKUT DAN BAHKAN KEMATIAN
YANG DISEBABKAN PADA DEPRESI PERNAPASAN.
IV. BAHAYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA.
1. BAHAYA TERHADAP DIRI PEMAKAI.
a. NARKOTIKA / PSIKOTROPIKA MAMPU MERUBAH KEPRIBADIAN
SI KORBAN SECARA DRASTIS SEPERTI BERUBAH MENJADI
PEMURUNG, PEMARAH BAHKAN MELAWAN TERHADAP
SIAPAPUN.
b. MENIMBULKAN SIFAT MASA BODOH SEKALIPUN TERHADAP
DIRINYA SENDIRI, SEPERTI TIDAK LAGI MEMPERHATIKAN
SEKOLAH, RUMAH, PAKAIAN, TEMPAT TIDUR DAN
SEBAGAINYA.
c. SEMANGAT BEKERJA MENJADI DEMIKIAN MENURUN DAN
SUATU KETIKA BISA SAJA SI KORBAN BERSIKAP SEPERTI ORANG
GILA KARENA REAKSI DARI PENGGUNAAN NARKOTIKA/
PSIKOTROPIKA TERSEBUT.
d. TIDAK LAGI RAGU UNTUK MELANGGAR NORMA-NORMA
MASYARAKAT, HUKUM, AGAMA KARENA PANDANGANNYA
TERHADAP HAL-HAL TERSEBUT MENJADI SEDEMIKIAN
LONGGAR.
8
e. TIDAK SEGAN-SEGAN MENYIKSA DIRI KARENA INGIN
MENGHILANGKAN RASA NYERI ATAU MENGHILANGKAN SIFAT
KETERGANTUNGAN OBAT BIUS, YANG PADA PUNCAKNYA
DAPAT MENYEBABKAN KEMATIAN.
2. BAHAYA TERHADAP KELUARGA.
a. TIDAK LAGI MENJAGA SOPAN SANTUN DI RUMAH BAHKAN
MELAWAN KEPADA ORANG TUA DAN TIDAK SEGAN-SEGAN
UNTUK MELAKUKAN KEKERASAN BILAMANA MAKSUD
KEINGINANNYA TIDAK TERPENUHI.
b. KURANG MENGHARGAI HARTA MILIK YANG ADA DI RUMAH
SEPERTI MENGENDARAI KENDARAAN TANPA PERHITUNGAN,
RUSAK ATAU MENJADI HANCUR SAMA SEKALI.
c. MENCEMARKAN NAMA KELUARGA KARENA ULAH
PERBUATANNYA.
d. MENGHABISKAN BIAYA YANG CUKUP BESAR UNTUK
PERAWATAN DAN PEMULIHANNYA.
3. BAHAYA TERHADAP LINGKUNGAN MASYARAKAT.
a. TIDAK SEGAN-SEGAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA SEPERTI
MENCURI MILIK ORANG LAIN YANG ADA DISEKITARNYA DEMI
MEMPEROLEH UANG UNTUK MEMBELI NARKOBA.
b. MENGANGGU KETERTIBAN UMUM, SEPERTI MENGENDARAI
KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KECEPATAN TINGGI.
c. MENIMBULKAN BAHAYA BAGI KETENTRAMAN DAN
KESELAMATAN UMUM DAN TIDAK MERASA MENYESAL APABILA
MELAKUKAN KESALAHAN.
4. BAHAYA TERHADAP BANGSA DAN NEGARA.
a. RUSAKNYA GENERASI MUDA PEWARIS BANGSA YANG
SEYOGYANYA SIAP UNTUK MENERIMA TONGKAT ESTAFET
SEBAGAI GENERASI PENERUS.
b. HILANGNYA RASA PATRIOTISME CINTA DAN BANGGA,
TERHADAP BANGSA DAN NEGARA INDONESIA, YANG PADA
GILIRANNYA AKAN MEMUDAHKAN PIHAK-PIHAK LAIN
MEMPENGARUHINYA UNTUK MENGHANCURKAN BANGSA
DAN NEGARA.
V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
9
1. KEBIJAKAN NASIONAL
a. UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TERHADAP
PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA
PERLU DILAKUKAN SECARA KOMPREHENSIP DAN
MULTIDIMENSIONAL.
b. BERUSAHA MENGHILANGKAN PANDANGAN BAHWA
MASALAH PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP
NARKOBA BUKAN HANYA MASALAH PEMERINTAH SAJA,
TETAPI MERUPAKAN MASALAH YANG HARUS DITANGGULANGI
BERSAMA.
c. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TERHADAP
PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA
DILAKUKAN DENGAN MEMBANGUN UPAYA PENCEGAHAN
YANG BERBASIS MASYARAKAT, TERMASUK DI DALAMNYA
MELALUI JALUR PENDIDIKAN SEKOLAH MAUPUN LUAR
SEKOLAH.
d. MEDIA MASSA BAIK ELEKTRONIK MAUPUN CETAK, TERMASUK
KEMAJUAN TEHNOLOGI INTERNET DAN ALAT KOMUNIKASI,
YANG PERLU DIMANFAATKAN SEMAKSIMAL MUNGKIN DALAM
MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA MASYARAKAT SECARA
LUAS.
e. MASALAH NARKOBA MERUPAKAN TANTANGAN YANG
BERSIFAT GLOBAL, OLEH KARENA ITU PERLU DITINGKATKAN
KERJASAMA REGIONAL DAN INTERNASIONAL SECARA LEBIH
INTENSIF, DENGAN MEMBANGUN KESEPAKATAN-KESEPAKATAN
BERSAMA, BAIK BILATERAL MAUPUN MULTILATERAL.
f. DALAM UPAYA TERAPI DAN REHABILITASI BAGI KORBAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA, SELAIN MENJADI TANGGUNG
JAWAB PEMERINTAH, DIBERIKAN KESEMPATAN SELUASLUASNYA
KEPADA MASYARAKAT UNTUK BERPARTISIPASI
DALAM UPAYA PENYELENGGARAAN TERAPI DAN REHABILITASI
DENGAN BERPEDOMAN KEPADA STANDARISASI PELAYANAN
TERAPI DAN REHABILITASI YANG DITENTUKAN.
g. PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM HARUS DILAKUKAN
SECARA TEGAS, KONSISTEN DAN SUNGGUH-SUNGGUH SESUAI
10
DENGAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN
PERATURAN-PERATURAN YANG BERLAKU. PERLU
MENGUSULKAN KEPADA PEMERINTAH DAN DPR AGAR DALAM
UNDANG-UNDANG DITETAPKAN SANKSI HUKUMAN MINIMUM
BAGI PARA PELAKU KHUSUSNYA PENGEDAR DAN PRODUSEN,
DISAMPING SANKSI MAKSIMUM, SERTA BAGI PENYALAHGUNA
NARKOBA DIBERIKAN KEWAJIBAN UNTUK MENJALANI TERAPI
DAN REHABILITASI YANG DISEDIAKAN OLEH PEMERINTAH.
h. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN NARKOBA DAN
PREKURSOR LEGAL PERLU DIPERKETAT DAN DITINGKATKAN
UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PENYALAHGUNAAN DAN
PENYELEWENGAN KEPASARAN GELAP.
2. STRATEGI NASIONAL KHUSUS BIDANG PENEGAKAN HUKUM
BERDASARKAN KEBIJAKAN BNN TERSEBUT DI ATAS, MAKA STRATEGI
BNN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI
INDONESIA, KHUSUSNYA BIDANG PENEGAKKAN HUKUM ADALAH :
UPAYA TERPADU DALAM PEMBERANTASAN NARKOBA SECARA
KOMPREHENSIF, ORGANISASI KEJAHATAN NARKOBA DENGAN
MENERAPKAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN-PERATURAN
SECARA TEGAS, KONSISTEN DAN DILAKUKAN DENGAN SUNGGUHSUNGGUH,
SERTA ADANYA KERJASAMA ANTAR INSTANSI DAN
KERJASAMA INTERNASIONAL YANG SALING MENGUNTUNGKAN,
DIANTARANYA :
a. STRATEGI YANG DILAKUKAN DALAM PENEGAKAN HUKUM
DIMAKSUDKAN UNTUK :
1) MENGUNGKAP DAN MEMUTUS JARINGAN SINDIKAT
PERDAGANGAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA
BAIK NASIONAL MAUPUN INTERNASIONAL.
2) MELAKUKAN PROSES PENANGANAN PERKARA SEJAK
PENYIDIKAN SAMPAI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
SECARA KONSISTEN DAN SUNGGUH-SUNGGUH.
3) MENGUNGKAP MOTIVASI/LATAR BELAKANG DARI
KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN
GELAP NARKOBA.
11
4) PEMUSNAHAN BARANG BUKTI NARKOBA YANG BERHASIL
DISITA, KHUSUSNYA TERHADAP NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA GOLONGAN I.
5) MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
TERHADAP KETERSEDIAAN DAN PEREDARAN PREKURSOR.
6) PENYITAAN TERHADAP ASSET MILIK PELAKU KEJAHATAN
PERDAGANGAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA.
b) STRATEGI YANG PERLU DILAKSANAKAN DALAM PENEGAKAN
HUKUM ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
(1) STRATEGI NASIONAL INTELIJEN NARKOBA.
(2) STRATEGI KONTROL NARKOBA INTERNASIONAL.
(3) STRATEGI NASIONAL PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
TERHADAP JALUR LEGAL.
(4) STRATEGI NASIONAL INTERDIKSI NARKOBA.
VI. UPAYA-UPAYA YANG TELAH DAN AKAN DILAKUKAN DALAM BIDANG
PENEGAKAN HUKUM :
UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM BIDANG PENEGAKAN
HUKUM, YAITU DENGAN MENGKOORDINASIKAN INSTANSI-INSTANSI
TERKAIT, BERUPA PENGOPERASIONALAN SATUAN-SATUAN TUGAS
OPERASIONAL, SEPERTI :
1. SATUAN TUGAS PREKURSOR BNN, DENGAN PENJURU (LEAD
AGENCY) BADAN POM RI, YANG MENANGANI PEMANTAUAN
DISTRIBUSI, DAN PENGECEKAN PENGGUNAAN TERHADAP BAHANBAHAN
KIMIA DASAR, YANG DIGUNAKAN OLEH PERUSAHAANPERUSAHAAN
KIMIA MAUPUN PENGGUNA BAHAN KIMIA.
2. SATUAN TUGAS AIRPORT INTERDICTION, DENGAN PENJURU DITJEN
BEA & CUKAI, DEPARTEMEN KEUANGAN RI, YANG BERTUGAS
MENANGANI PERMASALAHAN NARKOBA DI BANDARA-BANDARA
NASIONAL DAN INTERNATIONAL, GUNA MENCEGAH MASUKNYA
DAN BEREDARNYA NARKOBA.
3. SATUAN TUGAS SEAPORT INTERDICTION, DENGAN PENJURU DITJEN
PERHUBUNGAN LAUT, DEPARTEMEN PERHUBUNGAN RI, YANG
BERTUGAS MENANGANI PERMASALAHAN NARKOBA DI
PELABUHAN-PELABUHAN LAUT, BAIK NASIONAL DAN
INTERNATIONAL, GUNA MENCEGAH MASUKNYA DAN BEREDARNYA
NARKOBA.
12
4. SATUAN TUGAS PENGAWASAN NARKOBA TERHAAP ORANG ASING,
DENGAN PENJURU DITJEN IMIGRASI, DEPARTEMEN KEHAKIMAN
DAN HAK ASASI MANUSIA RI, YANG BERTUGAS MENANGANI
PERMASALAHAN NARKOBA YANG DILAKUKAN ORANG ASING,
MULAI KEBERADAANNYA SAMPAI PADA KEGIATANNYA.
5. SATUAN TUGAS OPERASIONAL P4GN DI LAPAS/RUTAN, DENGAN
PENJURU DITJEN PEMASYARAKATAN, DEPARTEMEN KEHAKIMAN
DAN HAK ASASI MANUSIA RI, YANG MENGAWASI GERAK-GERIK
NARAPIDANA / TAHANAN TERHADAP
6. SATUAN TUGAS KOKAIN DAN HEROIN, DENGAN PENJURU
DIREKTORAT IV/NARKOBA & KT, BARESKRIM POLRI, YANG
BERTUGAS MENANGANI PERMASALAHAN PENYALAHGUNAAN DAN
PEREDARAN GELAP NARKOBA KHUSUSNYA HEROIN DAN KOKAIN
ATAU GOLONGAN JENIS NARKOTIKA.
7. SATUAN TUGAS SHABU-SHABU DAN ECSTASY, DENGAN PENJURU
DIREKTORAT IV/NARKOBA & KT, BARESKRIM POLRI, YANG
BERTUGAS MENANGANI PERMASALAHAN PENYALAHGUNAAN DAN
PEREDARAN GELAP NARKOBA KHUSUSNYA SHABU-SHABU DAN
ECSTASY ATAU GOLONGAN JENIS PSIKOTROPIKA.
8. SATUAN TUGAS GANJA, DENGAN PENJURU DIREKTORAT
IV/NARKOBA & KT, BARESKRIM POLRI, YANG BERTUGAS
MENANGANI PERMASALAHAN PENYALAHGUNAAN DAN
PEREDARAN GELAP NARKOBA KHUSUSNYA GANJA, BAIK MULAI
DARI KULTIVASI, PEMETAAN, SAMPAI PADA PEREDARANYA.
BAHKAN DISAMPING UPAYA DIATAS, UNTUK LEBIH MENAJAMKAN
UPAYA PENEGAKAN HUKUM, TERHADAP PENINDAKAN KEJAHATAN
NARKOBA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (KAPOLRI)
TELAH MEMPERBANTUKAN (BKO) DIREKTORAT IV/NARKOBA & KT,
BARESKRIM POLRI KE BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
SEHINGGA DENGAN DEMIKIAN DALAM BIDANG PENEGAKAN HUKUM
BADAN NARKOTIKA NASIONAL TELAH MEMILIKI GARDA PEMUKUL
TERHADAP PENINDAKAN KEJATAN NARKOBA YAITU DIREKTORAT
IV/TINDAK PIDANA NARKOBA & KEJATAN TERORGANISIR, BARESKRIM
POLRI, DIBAWAH KENDALI BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
13
VI. PENUTUP
DEMIKIAN MAKALAH TENTANG “PERMASALAHAN NARKOBA DI
INDONESIA DAN PENANGGULANGANNYA” INI DISAMPAIKAN, MUDAHMUDAHAN
BERMANFAAT DALAM RANGKA PELATIHAN TRAINING OF
TRAINERS DALAM PENCEGAHAN PENANGGULANGAN
PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI
LINGKUNGAN KERJA TAHUN 2003, DI GRAHA DINAR, CISARUA-BOGOR
INI.
JAKARTA, JUNI 2003
KAPUS DUK GAKKUM LAKHAR
Drs. DJOKO SATRIYO
BRIGADIR JENDERAL POLISI

Wednesday, February 18, 2009

PROFESIONALISME UNTUK MENGANGKAT CITRA ORGANISASI


Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Drs. Untung Sugiyono, Bc.IP,MM
Kehidupan di dunia lembaga pemasyarakatan (lapas) tidak lepas dari berbagai sorotan masyarakat. Ada kalanya sorotan itu bersifat positif namun acapkali bahkan seringkali merupakan hal bersifat negatif. Masalah pelarian narapidana, prosedur penjengukan napi, kematian napi hingga pemberian remisi yang terkesan diskriminasi, merupakan beberapa permasalahan yang sering dihadapi Departemen Hukum dan HAM khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Menanggapi keadaan tersebut Tim Redaksi Hukum dan HAM mengadakan wawancara dengan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Drs. Untung Sugiyono, memintakan pendapatnya di seputar dunia lapas yang sangat pelik permasalahan dan pengelolaan.
ProfesionalismeSikap profesionalisme, itulah ucapan pertama yang didengungkan Untung Sugiyono saat ditanya mengenai semangat yang harus dibina untuk mengangkat citra organisasi dalam hal ini lembaga pemasyarakatan. “Pandangan-pandangan saya, profesionalisme itu sebetulnya dapat mengangkat citra dari instansi dimata masyarakat luas”, tuturnya. Semangat kerja profesionalisme dapat menjadi panduan arah dan tujuan yang akan dituju oleh suatu organisasi, karena semua langkah kerja harus dipikirkan masak-masak sehingga satu sama lain saling mendukung mencapai sasaran dan tujuan organisasi yang diharapkan. Pada akhirnya citra nama besar sebuah organisasi menjadi lebih harum di dunia luar.Sikap profesionalisme menurut Untung, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya Pertama dimulai sejak awal perekrutan. Rekrutmen harus disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, terutama dari segi tingkat pengetahuan dan pendidikan calon pegawai. “Jadi untuk mendapat pegawai yang diharapkan, maka pengetahuan yang diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut”, ujar suami dari Sinarsih ini. Kemudian sebelum menjadi pegawai harus dibekali pengetahuan atau paling tidak orientasi mengenal kehidupan organisasi yang akan dimasukinya. Kedua, selain kemampuan dasar yang telah dimiliki. Sepanjang karirnya juga harus diisi dengan pendidikan-pendidikan. Menciptakan profesional harus dengan pendidikan dan latihan. Sepanjang karirnya juga harus diisi dengan pendidikan. “Manakala pendidikan dan latihan kurang, hanya mengandalkan pengalaman itu saja masih kurang”, lanjutnya.Tugas di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tanahan (rutan) memang memerlukan kekhususan yang berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil biasa. Hal itu mengingat tugas penuh resiko karena bidangnya menjaga orang yang senantiasa penuh tekanan-tekanan dan tempatnya terbatas. Dia tidak bisa bebas bergerak, tidak bebas berhubungan dengan keluarganya. Untuk itu diperlukan ketrampilan dan kemampuan yang “lebih”. Sebagaimana fungsi lembaga pemasyarakatan, tidak lagi semata-mata untuk menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan tetapi lebih kepada upaya pemasyarakatan terpidana. Artinya tempat terpidana sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik agar kelak setelah masa hukumannya selesai akan kembali ke masyarakat dengan keterampilan tertentu yang sudah dilatih di Lapas, papar Untung Sugiyono bersemangat.Ini ada dua kepentingan, disatu sisi ingin mengurangi tingkat tekanan tadi sisi lain petugas harus menghadapi dia, itukan harus mempunyai pengetahuan khusus, tutur ayah 1 putri 2 putra (Diah Noviarsih S, Himawan Juniansyah S, dan Arief Febriansyah S) ini. Diperlukan adanya rasa kesabaran dan ketelatenan untuk membina komunikasi dan menghadapi mereka sebagai sesama manusia. Karena bagaimanapun niat pemasyarakatan adalah untuk membina dan mengembalikan mereka (narapidana yang disebut warga binaan) kembali diterima ditengah-tengah masyarakatnya. Lebih jauh lagi agar tidak lagi mengulangi perbuatan merugikan orang lain. Saat ini dengan semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang pula produk perundangan untuk mengawal jalannya pembangunan. Keadaan itu juga berdampak pada beragamnya tindakan yang bisa dipidanakan. Dalam pelaksanaan pidana ini, kita bersumber pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946, yang telah dikuatkan dengan UU No 73/1958 yang dikenal dengan nama "Wetboek van Straftrecht". Sejak tahun 1946 telah menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP serta telah mengalami perubahan dan pengembangan sesuai dengan dinamika pembangunan hukum.Produk hukum baru telah membawa implikasi luas bagi mereka yang terkena pidana dan harus menjalankan hukuman penjara. Lapas yang tadinya disebut penjara tidak saja dihuni oleh pencuri, perampok, penipu, pembunuh, atau pemerkosa, tetapi juga ditempati oleh pemakai, kurir, pengedar dan bandar narkoba bahkan penjudi dan bandar judi. Selain itu, dengan intensifnya penegakan hukum pemberantasan KKN dan white collar crime lainnya, penghuni lapas dan rutan menjadi semakin beragam. Lapas saat ini dihuni oleh antara lain mantan pejabat negara, direksi bank, intelektual, profesional, bankir, pengusaha, yang mempunyai profesionalisme dan kompetensi yang tinggi. Penghuni lapas menjadi sangat bervariatif, baik dari sisi usia maupun panjangnya hukuman dari hanya tiga bulan sampai hukuman seumur hidup dan hukuman mati.Spektrum penghuni lapas yang sangat luas, baik dari kejahatan, latar belakang, profesionalisme, usia, maupun lamanya hukuman, menyebabkan pengelolaan lapas pun menjadi sangat kompleks dan memerlukan penyesuaian ataupun perubahan. Seperti juga dikatakan mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin, bahwa seiring dengan perkembangan dan variatifnya penghuni lapas maka para penjaga pun perlu penyesuaian diri terutama pada tingkat pendidikannya yang paling tidak seimbang. Hingga tidak mengherankan apabila sipir penjara pun diperlukan yang berpendidikan S2. Tujuannya agar sipir sebagai penjaga tidak dapat dimanfaatkan oleh penghuni yang dari segi tingkat pendidikannya jauh lebih tinggi. Pemikiran memberikan pelatihan, pendidikan serta dan adaptasi dengan jaman sudah ada semenjak dulu. Seperti dikatakan Untung Sugiyono, “Kira-kira tahun 70-an ada yang disebut Pendidikan Dasar Penjaraan. Jadi begitu direkrut calon pegawai itu dididik dulu. Kemudian dalam perjalanannya dia bisa saja dididik lagi ke tingkat yang lebih tinggi hingga akhirnya menjadi calon pimpinan. Demikian terus berjenjang sehingga pegawai bisa memacu semangat belajar dan bekerja agar lebih baik dan lebih baik lagi karena terdapat goal yang akan dicapai, hingga ke Strata 2. Sekarang ini pendidikan sudah dibentuk menjadi sebuah akademi, Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP), lanjut pria yang mengawali karir tahun 1976 di Lapas Tanjung Karang, Lampung.. Tahun ini sedang dirintis untuk memberikan pelatihan kepada kurang lebih 3000 pegawai baru yang direkrut tahun 2007 ini untuk dididik dan dilatih kesamaptaan. Walaupun sebetulnya waktunya kurang cukup, hanya 2 minggu dari idealnya yang paling tidak antara 1 sampai 2 bulan, tapi bersyukur sudah ada terobosan dan ada kesempatan untuk mendidik dan membekali pegawai baru mengenal keadaan lapas dan rutan sedini mungkin. Mudah-mudahan kedepan bisa lebih dioptimalkan, sehingga pegawai sudah memiliki bekal yang cukup menangani permasalahan-permasalahan selama berjaga di lapas/ rutan.
OvercapasityMasalah over capasity menjadi masalah utama bagi lapas dan rutan di kota-kota besar. Hal ini sebagai dampak dari tingkat kejahatan yang semakin beragam. Disamping itu semakin padatnya penduduk dan semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, semua orang berusaha untuk dapat memenuhi semua kebutuhannya. Bagi yang dapat menempuh cara yang benar maka dapat memenuhinya dengan cara yang benar. Sedangkan bagi mereka yang lebih memilih jalan pintas maka hal inilah yang menyebabkan tingginya angka tingkat kriminalitas dengan variasi yang beragam. Akibatnya jumlah pelanggar hukum yang dikirim ke lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan menjadi semakin banyak. Hal itu menimbulkan tidak seimbangnya antara jumlah penjaga (sipir) dengan yang dijaga. Selain itu, peralatan keamanan dibeberapa tempat tertentu masih minim.Kelebihan penghuni (over capasity) dialami lapas-lapas dan rutan-rutan terutama yang berada di kota-kota besar menimbulkan dampak yang merugikan, baik itu dari segi sanitasi, keamanan, kenyamanan hingga tingkat kerawanan diantara sesama penghuni, katanya. Begitu rumitnya menangani sebuah lapas/ rutan yang begitu kompleks dengan permasalahan, namun demikian padangan negatif selalu saja disandangnya. Bila terjadi pelarian satu orang saja maka beritanya dengan cepat menyebar, namun demikian orang tidak melihat bahwa masih ratusan bahkan ribuan warga binaan masih tetap berada di dalam lapas/rutan tanpa berbuat keonaran bahkan mendapat pendidikan, pelatihan sesuai dengan yang ada di lapas/rutan.SolusiUntuk menangani over kapasitas ini harus dicari cara yang tepat dan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki lembaga pemasyarakatan. Seperti disampaikan Dirjen Pemasyarakatan, beberapa solusi diantaranya pertama membangun lapas/rutan baru. Penambahan ruang hunian dan blok baru dilakukan dengan berbagai alternatif, bagi lapas yang masih punya tanah cukup didalam bisa dibangun blok-blok baru disitu. Tapi bagi lapas yang tanahnya sudah habis itu bisa membangun ke atas. Alternatif terakhir membangun lapas/rutan baru di wilayah-wilayah pemekaran. Kedua, melakukan pemerataan penghuni, dari tempat yang padat dipindahan ketempat yang masih lega. Ketiga optimalisasi pemberian hak-hak agar bisa keluar cepat dari penahanannya diatur dalam undang-undang, yaitu dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan jo Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006. Hak-hak itu meliputi Remisi, Asimilasi atau Pelepasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) untuk mendorong orang agar cepat bebas tapi tidak mengurangi nilai-nilai pembinaan yang ada. Berkaitan dengan remisi atau pengurangan masa hukuman, sekarang sedang diajukan jenis remisi baru disamping Remisi Umum, Remisi Khusus setiap hari raya keagamaan dan Remisi Dasa Warsa. Jenis remisi tersebut diantaranya Remisi Manula, Remisi Wanita dan Remisi bagi Anak-anak yang diberikan sesuai dengan harinya, sebagaimana disampaikan Menteri Hukum dan HAM terdahulu. Mengurangi over kapasitas teorinya kan bagaimana orang tidak banyak masuk lapas, juga bagaimana orang yang di lapas jangan terlalu lama, idealnya tidak terlalu mudah memasukkan orang kedalam lapas, ujar alumni Akademi Ilmu Pemasyarakatan Angkatan IX ini. Teori tersebut memunculkan adanya pidana alternatif sebagaimana yang dilontarkan mantan Menkumham Hamid Awaludin untuk memberikan pidana berupa kerja sosial. Usulan itu bisa merupakan hal positif namun demikian masih belum bisa diterapkan di negeri ini, artinya diperlukan pembuatan aturan-aturan baru yang bisa mengakomodasi pidana alternatif tersebut.Berbicara mengenai Gerakan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Peredaran Gelap Nakotika (P4GN), Untung mengatakan bahwa “kerjasama dengan pihak luar memang perlu dilakukan dan sudah banyak yang dikerjakan”. Dibidang pencegahan maraknya peredaran narkotika didalam lapas/rutan dibentuk satgas yang terdiri dari petugas pemasyarakatan dan petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian. Fungsinya untuk melakukan penggeledahan di lapas/ rutan di seluruh Indonesia, tentunya dengan skala prioritas dan tingkat kepentingan yang dikoordinasikan terlebih dahulu. Kemudian dibidang terapi dan rehabilitasi, BNN membantu memberikan beberapa tenaga medis seperti dokter, perawat, paramedis dan obat-obatan. Terakhir ini kita diberi kesempatan bagi warga binaan yang mau bebas terlebih dahulu diberikan pendidikan, pembinaan dan pengobatan di Panti Rehabilitasi di Lido. Demikian saat warga binaan kasus narkotika tersebut menerima Pembebasan Bersyaratnya sudah dinyatakan bersih dari pengaruh narkotika. Kesan pribadi selama sekitar 30 tahun berdinas di Departemen Hukum dan HAM, mengatakan bahwa semua sangat berkesan dan saya sangat menikmati tugas selama masa kerjanya. “Semua berkesan, saya senang ditempatkan dimana-mana”, ujarnya. Bahkan saking lamanya (14 tahun) di tempatkan di Lampung, sampai-sampai banyak kenalan yang hubungannya seperti layaknya saudara, artinya Lampung itu ibarat sebagai kampung saya kedua, kenang pria kelahiran Cilacap Jawa Tengah ini. Diakhir perbincangan terungkap salah satu pengalaman yang baginya sangat berkesan, yaitu selama menjadi Kepala Kantor Wilayah di Sumatera Utara. “Barangkali Kakanwil yang paling rajin kunjungi Unit Pelaksana Teknis (UPT) itu saya”, tuturnya sambil tertawa. “Saya berusaha mendekati bawahan dengan terjun langsung ke bawah, kan dalam membina kita harus memberikan contoh bagaimana cara melakukan sesuatu dengan cara yang benar”, lanjutnya mantap.
Profil :
Nama : Drs. Untung Sugiyono, Bc.IP,MMPangkat/Gol : Pembina Utama Madya (IV/d)Tempat/ tgl lahir : Cilacap, 8 September 1951.Riwayat pekerjaan :1. Pertama dinas di Lapas Tanjung Karang tahun1976. 2. Kasi Binadik Lapas Klas IIA Tanjung Karang tahun 1982, 3. Kasi kegiatan Kerja Lapas Klas IIA Tanjung Karang tahun 1986, 4. Kepala Pengamanan Lapas di Lapas Klas I Tangerang tahun 1990. 5. Kabag Pengamanan di Sekretariat Jenderal tahun 1992, 6. Kepala Lapas Klas IIA Karawang tahun 1996, 7. Kepala Lapas Klas IIA Tanjung Karang tahun 1999,8. Kepala Lapas Klas I Palembang tahun 2001 9. Kepala Lapas Klas I Surabaya tahun 2002,10. Direktur Bina Keamanan dan Ketertiban tahun 2003, 11. Direktur Bina Khusus Narkotika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tahun 2004,12. Kepala Kantor Wilayah Depkumahm Sumatera Utara tahun 2005,13. Kepala Kantor Wilayah Depkumham Jawa Tengah tahun 2007,14. Direktur Jenderal Pemasyarakatan tahun 2007 sampai sekarang.


DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATANDepartemen Hukum dan Hak Asasi ManusiaJl. Veteran No. 11 Jakarta PusatTelp. 021- 384 0754, Fax. 021- 384 1711http://http://www.depkumham.go.ide-mail :

Visi :

MISI
:

TUGAS POKOK
:


1.
Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang Pemasyarakatan.

FUNGSI
:


1.Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara.
2.Pelaksanaan kebijakan dibidang pemasayarakan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.Perumusan standar, norma, pedoman, criteria dan prosedur di benda sitaan Negara.
4.Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
5.Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal.
6.Pemberian perijinan dan penyiapan standar teknis di bidang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara.
7.Pengamatan teknis atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara.

PEMBERIAN MOTIVASI DARI ORANG TUA ANAK TERHADAP ANAK DIDIK



Ditulis oleh Rusly ZA. Nasution
H. Rusly ZA Nasution, Drs.,S.H.,MM. adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Kepala Biro Administrasi
Kemahasiswaan Universitas Langlangbuana. Tulisan ini disadur dari Tesis yang ditulis oleh Rusli Nasution - Program
Pascasarjana Sekolah Tinggi Manajemen – IMMI Jakarta dengan judul penelitian: “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Kepala Lapas Anak dan Pemberian Motivasi Orang Tua Terhadap Keberhasilan Pembinaan Anak Didik
Pemasyarakatan di Lapas Anak Pria Tangerang”. Abstrak: Anak merupakan Amanah Tuhan bagi orang tua yang
masih suci laksana permata (Imam Al-Ghazali) dan baik buruknya anak tergantung pada pembinaan yang diberikan oleh
orang tua kepada anaknya. Pemberian motivasi dari orang tua anak terhadap Anak Didik Pemasyarakatan, mempunyai
tujuan agar pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Anak memperoleh hasil sesuai dengan tujuan
pemasyarakatan itu sendiri. Kata Kunci: Motivasi, Orang Tua, Anak Didik Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda adalah merupakan penerus citacita
perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia (SDM) yang sangat potensial bagi pembangunan
nasional. Oleh karena itu dalam rangka tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin serta
memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan dan pembimbingan secara terus menerus demi
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala
kemungkinan yang akan membahayakan anak/generasi muda dan bangsa di masa mendatang. Menurut Imam Al
Ghazali, anak merupakan Amanah bagi orang tua yang masih suci laksana permata, baik buruknya anak tergantung
pada pembinaan yang diberikan oleh orang tua kepada mereka (Syamsul Yusuf LN., 2003:34). Sehingga setiap orang
tua wajib menjaga dan melindungi, memberikan kesejahteraan, memberikan pendidikan dan keterampilan, serta
membekali dengan pendidikan agama dan moral. Karena dalam diri setiap anak melekat harkat, martabat dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dalam pembinaan dan pembimbingan terhadap anak peran orang tua/wali
sangat dominan sebagai pemberi motivasi untuk mendorong sang anak menjadi anak yang berbuat kebajikan dan
meninggalkan kemungkaran (kejahatan/kenakalan). Tapi dalam kenyataannya banyak orang tua yang tidak mampu
menjalankan perannya sebagai orang tua, malah menghancur- kan masa depan sang anak. Banyak fakta dalam
kehidupan sehari-hari bahwa kewibawaan orang tua telah luntur dan bias, sebagai indikator dapat dikemukakan
beberapa pemberitaan diberbagai media massa, antara lain: sang ibu memberi ijin anak gadisnya sebagai Penjaja Seks
Komersial (PSK) atau lebih ironis lagi ada orang tua yang menjual keperawanan anak gadisnya dan ada pula ayah yang
menghamili anak gadisnya. Serta kasus-kasus lain yang memprihatinkan, yang menyebabkan anak menjadi nakal,
seperti: kasus perceraian orang tua (broken Home), bapak atau ibu yang berselingkuh, bapak atau ibu yang jarang ada
di rumah (super sibuk), kemiskinan, pengangguran, kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, kekerasan
dalam rumah tangga, putus sekolah, salah urus dan/atau salah gaul, dan lain-lain. Bila faktanya seperti itu, apakah
masih dapat diharapkan peran orang tua untuk memotivasi anak-anaknya agar tidak nakal dan/atau tidak melakukan
perbuatan melanggar hukum atau terhadap anak yang telah menjadi penghuni lembaga Pemasyarakatan, apakah
mereka juga masih peduli terhadap pemberian motivasi yang dimaksud. Terhadap Anak Nakal dan/atau Anak yang
melakukan perbuatan melanggar hukum dan telah menjadi penghuni Lapas sangat memerlukan perhatian dan
penanganan khusus, karena setiap anak memiliki potensi, ciri, dan sifat yang khas. Kompleksitas kegiatan
pembinaan/pembimbingan Anak Didik Pemasyarakatan (ADP) di samping menuntut ketersediaan SDM Petugas
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang mampu menganalisis serta menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan
multidisipliner melalui berbagai kajian praktis implementatif juga perlu mendapat dukungan penuh dari orang
tua/keluarga dalam bentuk “pemberian motivasi”. 2. Pengertian-pengertian a. Pemasyarakatan adalah
kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan system, kelembagaan dan
cara-cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. b. Pembinaan
adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME, intelektualitas, sikap dan perilaku,
professional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (PP No. 31 Th 1999, Pasal 1
angka 1). c. Anak Didik Pemasyarakatan (ADP) yang terdiri dari Anak Pidana (AP), Anak Negara (AN), dan Anak Sipil
(AS) adalah: 1) AP yaitu anak yang berdasarkan keputusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak paling lama
sampai berumur 18 tahun. 2) AN yaitu anak yang berdasarkan pengadilan diserahkan kepada Negara untuk dididik dan
ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. 3) AS yaitu anak yang atas permintaan orang tua
atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. d.
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, ayah dan/atau ibu angkat. e. Keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga. B. Sistem
Pemidanaan yang Pernah Berlaku di Indonesia 1. Sistem Kepenjaraan (1945 – 1964) Sejak Indonesia merdeka,
sebelum sistem pemasyarakatan muncul, terlebih dahulu diberlakukan sistem Kepenjaraan yang berasal dari Eropah
yang dibawa Belanda ke Indonesia dan diterapkan dengan memberlakukan Gestichten Reglement (Reglement Penjara)
stbl 1917 No. 708. Di dalam sistem Kepenjaraan, tujuan pemidanaan adalah penjeraan. Dengan demikian, tujuan
diadakannya penjara sebagai tempat menampung para pelaku tindak pidana dimaksudkan untuk membuat jera dan
tidak lagi melakukan tindak pidana. Untuk itu, peraturan-peraturan kepenjaraan dibuat keras bahkan sering tidak
manusiawi. 2. Sistem Pemasyarakatan (1964 – 1995) Di era ini telah diberlakukan 10 (sepuluh) prinsip
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
http://educare.e-fkipunla.net Generated: 18 February, 2009, 13:11
pemasyarakatan dengan tujuan pemidanaan adalah pembinaan pembimbingan dengan tahapan orientasi, pembinaan
dan assimilasi. Tahap orientasi dimaksudkan agar narapidana mengenal cara hidup, peraturan dan tujuan dari
pembinaan atas dirinya. Tahap pembinaan narapidana, dibina, dan dibimbing agar supaya tidak melakukan lagi tindak
pidana dikemudian hari, apabila keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana diberikan pendidikan agama,
keterampilan dan berbagai kegiatan pembinaan lainnya. Tahap assimilasi, dimaksudkan sebagai upaya penyesuaian
diri agar narapidana tidak menjadi canggung bila keluar dari Lembaga Pemasyarakatan apabila telah habis masa
pidananya atau bila mendapat pelepasan bersyarat, cuti menjelang lepas atau pembinaan karena mendapat remisi. 3.
Sistem Pemasyarakatan Baru (1995 – Sekarang) Walaupun sejak tahun 1964 Indonesia telah menganut sistem
pemasyarakatan, namun belum mempunyai dasar hukum. Yang digunakan sebagai dasar hukum dengan beberapa
perubahan sejak tahun 1917 adalah Reglemen Penjara, yaitu suatu undang-undang yang sudah tidak layak untuk
digunakan karena masih bersumber dari Hukum Kolonial. Tentu saja hal ini tidak bisa dipertahankan, maka pada tahun
1995 diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang merupakan
penyempurnaan dari sistem pemasyarakatan yang masih berbau kolonial. Dalam sistem Pemasyarakatan (baru),
tujuannya adalah meningkat- kan kesadaran (counsciousness) narapidana akan eksistensinya sebagai manusia.
Pencapaian kesadaran dilakukan melalui tahap introspeksi, motivasi dan self development. Tahap introspeksi
dimaksudkan agar narapidana mengenal diri sendiri. Sedangkan tahap motivasi diberikan teknik memotivasi diri sendiri
bahkan sesame teman lainnya. “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga
Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab” (Pasal 2 UU No.
12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan). Dari uraian di atas terlihat adanya pergeseran sistem pemidanaan dari
sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan, kemudian berkembang ke sistem pemasyarakatan (baru). Sebagai
konsekuensi dari pergeseran-pergeseran termaksud sudah barang tentu proses pemasyarakatan juga disesuaikan
dengan pola pembinaan berdasarkan tujuan pemasyarakatan yang dianut. C. Hakikat Pembinaan 1. Prinsip-prinsip
Dasar Pembinaan Secara umum warga binaan, khususnya anak Didik Pemasyarakatan adalah manusia biasa, namun
tidak dapat disamakan dengan narapidana lainnya. Ada spesifikasi tertentu yang menyebabkan seseorang menjadi
penghuni Lapas Anak, maka dalam pembinaan mereka harus menerapkan prinsip-prinsip dasar pembinaan. Prinsipprinsip
dasar tersebut terdiri dari empat komponen Pembina (Harsono, 1995:51), yaitu: (1) Diri sendiri, narapidana itu
sendiri; (2) Keluarga, adalah anggota keluarga inti atau keluarga dekat; (3) Masyarakat, adalah orang-orang yang berada
disekeliling narapidana pada saat masih di luar lembaga Pemasyarakatan /Rutan dapat masyarakat biasa, pemuka
masyarakat atau pejabat setempat; (4) Petugas dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keagamaan,
petugas sosial, petugas Lapas, Rutan, Balai Bispa, Hakim, Wasmat, dsb. Keempat komponen “Pembina”
tersebut harus memahami secara benar apa yang menjadi tujuan dari pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan, terutama
para orang tua dapat mengambil posisi dan berperan serta terhadap pembinaan ADP dalam bentuk pemberian motivasi.
2. Tujuan Pembinaan Dari ketiga sistem pemidanaan seperti yang telah diuraikan di atas, sebenarnya adalah samasama
mengharapkan agar terpidana tidak lagi mengulangi perbuatannya selepas menjalani pemidanaan yang sekaligus
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan melanggar hukum yang mungkin diulangi lagi. Tujuan “sistem
pemasyarakatan baru” yang berlaku saat ini adalah: meningkatkan kesadaran ADP (Consciousness) dengan
tahap interospeksi, motivasi, dan self development (pengembangan SDM) dengan orientasi pembinaan Bottom Up
Approach. 3. Sasaran Pembinaan Sasaran pembinaan dan pembimbingan ADP adalah meningkatkan kualitas ADP
yang pada awalnya sebagian atau seluruhnya dalam kondisi yang kurang, seperti: kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
YME; kualitas intelektual; kualitas sikap dan perilaku; kualitas profesionalisme /keterampilan; kualitas kesehatan jasmani
dan rohani. 4. Indikator Keberhasilan Pembinaan a. Anak didik melaksanakan ibadah sesuai agama masing-masing,
baik secara perorangan maupun berjamaah. Bagi yang beragama Islam melaksanakan Sholat lima waktu sehari
semalam. b. Anak didik telah tamat belajar di SD/SMP/SMA Lapas Anak atau telah mengikuti latihan-latihan
kepramukaan dengan baik. c. Anak didik bersikap, berperilaku dan berkesadaran hukum, berkesadaran masyarakat,
bangsa dan negara. d. Anak didik telah memiliki keterampilan sebagai bekal bila telah keluar dari Lapas, antara lain: 1)
keterampilan jahit menjahit, atau 2) keterampilan montir/teknik radio, atau 3) keterampilan pertukangan kayu, atau 4)
keterampilan las/pengelasan, atau 5) keterampilan bercocok tanam/pertanian, atau 6) keterampilan kerajian
tangan.anyaman bambu, atau 7) keterampilan cukur rambut, atau 8) keterampilan lain-lain. e. Anak didik sehat jasmani
dan rohani. Penyakit yang dibawa sewaktu masuk Lapas telah sembuh. D. PEMOTIVASIAN ORANG TUA TERHADAP
ANAK 1. Teori Motivasi Berbagai teori motivasi telah berkembang sehingga menempatkan motivasi sebagai determinan
penting bagi keberhasilan suatu pembinaan yang dilaksanakan oleh baik seseorang maupun kelompok/organisasi
manapun juga. Menurut Stonner dan Wankel (1986: 419): “It is useful to review some of the major classicications
of motivation theories, since each theorotical perspective will seed light on how motivation influences work performance.
Distinction are made on the basis of content theories, which focus “what” of motivations, and process
theorieswhich focus on the “how” of motivarions. Reinforcement theories as a third approach, emphasize
the ways in which behavior learned”. Uraian di atas menjelaskan, bahwa cara untuk mempelajari motivasi
didasarkan atas tiga pendekatan, yaitu: teori kepuasan (content theories), teori proses (process theories), dan teori
penguatan (reinforcement theories). Ketiga teori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Teori Kepuasan
memusatkan perhatian ke dalam diri seseorang dengan penekanan pada faktor-faktor kebutuhan yang akan memotivasi
orang tersebut. b. Teori Proses, menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku di arahkan, digerakkan, didukung,
dan/atau dihentikan. c. Teori Penguatan, menekankan pada aspek perilaku dari sudut penyulut mekanis dalam
mempelajari kebiasaan dengan dorongan eksternal dan internal. Menurut Harsono (1995:154), berpendapat bahwa: a.
“Motivasi adalah bagian yang terpenting dalam pembinaan narapidana. Motivasi menjadi penting, karena hanya
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
http://educare.e-fkipunla.net Generated: 18 February, 2009, 13:11
dengan memiliki motivasi, seseorang narapidana dapat memperbaiki diri. Tanpa motivasi untuk memperbaiki diri
seseorang narapidana akan tetap seperti semula”. b. “Motivasi adalah kemauan dalam diri seseorang
untuk melakukan suatu tindakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.” Menurut Siagian (1995:142),
berpendapat bahwa dalam motivasi terdapat tiga komponen utama, yakni: kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Menurut
Abin Syamsudin Makmun (2002:37) berpendapat, bahwa: “Motivasi tumbuh dan muncul dengan cara datang dari
dalam diri individu itu sendiri, ada juga yang datang dari lingkungan”. Dari pemahaman terhadap beberapa
pendapat di atas, bila dikaitkan dengan pemberian motivasi/pemotivasian orang tua dapat dirumuskan sebagai berikut:
Motivasi yang harus diberikan orang tua terhadap anaknya yang sedang mengikuti proses pembinaan pada Lapas anak
adalah memberi dorongan agar anak mampu memotivasi diri sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan
kemandirian sehingga tujuan pembinaan; agar anak didik menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana “dapat terwujud”. Secara leksikal, arti “dorongan ada beberapa macam,
yaitu sorongan, tolakan, desakan, dan anjuran keras”. (WJS Poerwadarminta, 1976: 258-688). Di dalam ilmu
pendidikan, dorongan disebut juga sebagai motivasi. Kaitannya dengan motivasi orang tua terhadap anaknya adalah
mendesak dan anjuran keras. Selanjutnya untuk dapat terpenuhinya kebutuhan anak didik, baik oleh Lapas maupun
oleh orang tua harus memahami dan menerapkan teori hirarkhi kebutuhan Maslow. (lihat gambar) Maslow, dalam
Hersey dan Blanchard (1995:31), mengidentifikasi kebutuhan manusia pada lima set tingkatan, yakni: “psiological
needs, safety needs, love needs, dan needs for self actualization”. Dari kelima kebutuhan tersebut, dua di
antaranya: psiological needs dan safety needs, yaitu kebutuhan biologis, sandang, pangan dan papan serta rasa aman
adalah merupakan kebutuhan primer. Sedangkan tiga tingkatan lainnya adalah merupakan kebutuhan sekunder, yaitu
kebutuhan sosial (afiliasi), kebutuhan adanya pengakuan dan aktualisasi /perwujudan diri. Gambar Hirarki Kebutuhan
Maslow (Sumber: Hersey dan Blanchard, 1996:30) Pemotivasian (pemberian motivasi) dari seseorang kepada orang
lain tentu ada tujuannya. Misalnya pemberian motivasi dari orang tua anak didik kepada anak didik adalah agar
pembinaan yang dilakukan Lapas berhasil sesuai dengan tujuan pemasyarakatan itu sendiri. 2. Kedudukan Orang Tua
dalam Pemotivasian Pemberian Motivasi orang tua bagi anak memegang peran yang sangat strategis, mengingat anak
adalah amanat Allah yang harus dididik, dibina dan dibimbing terhadap segala hal yang positif dan berguna bagi
kehidupannya di masa yang akan datang apabila kelak sudah menjadi dewasa. Orang tua/ayah dalam kapasitasnya
sebagai kepala/pemimpin keluarga adalah “pemegang amanat” yang akan dimintai pertanggung- jawaban
dihadapan Tuhan YME kelak dikemudian hari. Sabda Rasulullah SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan
setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya (Imam adalah pemimpin yang akan
dimintai pertanggung- jawabannya atas apa yang dipimpinnya). Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya, ia akan
dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang ia pimpin” (Yusuf Qardlawi, 1971:707). Menurut Imam Al
Ghazali, anak merupakan amanat bagi orang tua yang masih suci laksana permata, baik buruknya anak tergantung
pada pembinaan yang diberikan oleh orang tua kepada mereka (Syamsu Yusuf LN, 2003: 34). Orang tua sebagai yang
dianggap memiliki peran terbesar di dalam keluarga wajib mendorong anaknya untuk menimba ilmu pengetahuan dalam
rangka menjadikan “keluarga sakinah”. Baik buruknya perangai anak, sangat dipengaruhi oleh peran serta
orang tua dalam sebuah keluarga. 3. Peran, Tugas, dan Kewajiban Orang Tua a. Peran Orang Tua Secara garis besar
peran orang tua terhadap anak di dalam keluarga adalah sebagai motivator, fasilitator dan mediator. Sebagai motivator,
orang tua harus senantiasa memberikan motivasi/dorongan terhadap anaknya untuk berbuat kebajikan dan
meninggalkan larangan Tuhan, termasuk menuntut ilmu pengetahuan. Sebagai fasilitator, orang tua harus memberikan
fasilitas, pemenuhan kebutuhan keluarga/anak berupa sandang pangan dan papan, termasuk kebutuhan pendidikan.
Sebagai mediator, orang tua harus bertindak sebagai mediasi (perantara, penengah) dalam hubungan kekeluargaan,
kemasyarakatan terutama dengan sekolah dan anaklah yang menjadi pelaku utama yang diberi peran penting.
Pemberian motivasi dari orang tua dalam pembinaan anak agar menjadi anak yang soleh/salihah adalah sesuatu yang
mutlak, karena hubungan antara orang tua dan anak adalah merupakan hubungan hakiki baik secara psikologis maupun
mental spritual. Selanjutnya dapat disimak beberapa pernyataan dan pendapat yang mengisyaratkan peran orang tua
dalam pembinaan anak, antara lain: 1) Kata kunci pembangunan SDM Anak adalah pendidikan. Menurut M. Surya,
keunggulan hanya diperoleh melalui pendidikan yang diprogramkan secara sistematis (A. Sasmita Effendi dan Syaiful
Sagala, 2001:66). 2) Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang
tuanya, saudara-saudaranya yang lebih tua serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan
itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari (Soerjono Soekamto,
1990:496). 3) Keluarga diwajibkan untuk menyelami dan mendalami serta mengenalkan ajaran-ajaran agama dalam
perilakunya sebagai manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME (Abu Ahmadi, 1991:91). 4) Keutuhan rumah tangga
adalah syarat utama dalam pembinaan anak (Rusli Nasution, 1996:4). 5) Selamatkan Remaja dengan Pendidikan
Agama (Rusli Nasutian, 1998:1) 6) Bila suatu keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya, maka berarti keluarga
tersebut telah mengalami kemandekan atau disfungsi akan mengganggu perkembangan kepribadian anak (Syamsu
Yusuf, 2003:41). 7) Keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan, merupakan faktor penentu
bagi perkembangan kepribadian anak yang tidak sehat (Syamsu Yusuf, 2003: 43). b. Tugas dan Kewajiban Orang Tua
Tentang tugas dan kewajiban orang tua secara gamblang dapat disimak dalam Firman Allah SWT, Sabda Rasulullah
SAW, Deklarasi PBB tentang Hak Anak-anak serta beberapa undang-undang yang mengaturnya, yaitu: Firman Allah
SWT: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakunya
adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-malaikat yang kasar dan yang keras; yang tidak mendurhakakan Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
(Soemarjo, 171:951). Deklarasi Hak Anak-anak: “Majelis umum PBB memaklumkan Deklarasi Hak Anak-anak
dengan maksud agar anak-anak dapat menjalani masa kecil yang membahagiakan, berhak menikmati hak-hak dan
kebebasan baik untuk kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat”. Deklarasi PBB:
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
http://educare.e-fkipunla.net Generated: 18 February, 2009, 13:11
Selanjutnya MU-PBB menghimbau para orang tua wanita dan pria secara perseorangan, organisasi sukarela, para
penguasa setempat dan pemerintah pusat agar mengakui hak-hak ini dan memperjuangkan pelaksanaan hak-hak ini
dan memperjuangkan pelaksanaan hak-hak tersebut secara bertahap baik melalui undang-undang maupun peraturan
pemasyarakatan lainnya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002: UU No. 23 Th 2002, tentang Perlindungan Anak
yang memuat beberapa hal tentang perlindungan anak, yaitu: Bab III Pasal 4 s.d. 19, mengatur tentang Hak dan
Kewajiban Anak; Bab IV Pasal 20 s.d. 26, mengatur tentang Kewajiban dan tanggung jawab perlindungan anak baik oleh
Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004: UU No. 23 Th
2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yang memuat beberapa hal tentang kekerasan dalam
rumah tangga. 1) Bab III Pasal 5 s.d. 9, mengatur tentang Larangan kekerasan dalam rumah tangga (termasuk
kekerasan oleh orang tua terhadap anak). 2) Bab V Pasal 11 s.d. 15, mengatur tentang kewajiban Pemerintah dan
masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (termasuk kewajiban orang tua). 3) Bab VIII
Pasal 44 s.d. 53, mengatur tentang Ketentuan pidana (termasuk ketentuan pidana terhadap orang tua yang melakukan
kekerasan terhadap anaknya). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979: UU No. 4 Th 1979, tentang kesejahteraan anak,
yang memuat beberapa hal tentang kesejahteraan anak, yaitu: 1) Bab II Pasal 2 s.d. 8, mengatur tentang Hak Anak. 2)
Bab III Pasal 9 dan 10, mengatur tentang tanggung jawab orang tua terhadap kesejahteraan anak. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997: UU No. 3 Th 1997, tentang Pengadilan anak, yang memuat beberapa hal tentang Hakim dan
Wewenang sidang anak. Pidana dan tindakan terhadap anak nakal, Acara Pengadilan Anak, Penuntutan, Lapas Anak,
dan sebagainya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995: UU No. 12 Th 1995, tentang Pemasyarakatan yang memuat
beberapa hal yang pada intinya merupakan perubahan tujuan pemidanaan dari sistem Kepenjaraan, ke sistem
Pemasyarakatan (baru). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974: UU No. 1 Th 1974, tentang Perkawinan Pasal 45: Ayat
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Ayat (2) Kewajiban orang tua
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Tanggung jawab
dan pemberian motivasi seyogyanya diberikan: 1) Tidak hanya pada saat anak berada di rumah, tetapi juga pada saat
anak sedang berada di luar rumah, seperti pada saat sekolah, kemping, bepergian ke luar kota, bermain dan
sebagainya. 2) Tidak hanya pada saat bayi dan anak-anak, tetapi juga pada saat anak sudah dewasa atau sampai
mampu mandiri/sudah kawin. 3) Tidak hanya pada saat anak belum menjadi nakal, tetapi juga setelah nakal dan/atau
telah melakukan perbuatan melanggar hukum, bahkan anak yang telah menjadi penghuni Lapas. Bila anak telah
menjadi penghuni Lapas, tanggung jawab pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan memang telah beralih
kepada Kepala Lapas beserta para Pembina/jajarannya, namun bukan berarti orang tua lepas tangan, tetapi harus tetap
memberikan motivasi. Agar pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan dapat mencapai hasil secara nyata,
pemberian motivasi dari orang tua, bahkan dari segenap unsur masyarakat, seperti: tokoh pendidikan, tokoh agama,
wanita, pemuda serta pemuka-pemuka masyarakat lainnya sangat berperan dan berpengaruh. E. Penutup 1.
Kesimpulan a. Bahwa Sistem Pemasyarakatan yang dianut oleh Pemerintah Republik Indonesia dewasa ini mempunyai
tujuan meningkatkan kesadaran (counscieusness) ADP akan eksistensinya sebagai manusia melalui tahap-tahap
introspeksi, motivasi dan selfdevelopment. Namun belum menampakkan secara khusus adanya “Pola Pembinaan
Anak yang ramah anak” di Lapas Anak. b. Pola pembinaan Anak tidak boleh disamakan dengan pembinaan
narapidana lainnya, karena ADP mempunyai spesifikasi tertentu (memiliki potensi, cirri dan sifat yang khas) yang
memerlukan perhatian dan penanganan secara khusus. c. Dalam pembinaan ADP, harmonisasi hubungan dan
kerjasama antara Lapas Anak dengan para orang tua/keluarga Anak, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pembinaan ADP di Lapas Anak di samping dukungaan positif dari komponen pembina lainnya. 2. Saran-saran
(Rekomendasi) a. Perlu disusun Rancangan “Pola Pembinaan ADP Yang Ramah Anak di Lapas Anak, oleh
Pemerintah melalui Badan Pembuat Undang-Undang. b. ADP jangan dicampur dengan narapidana (dewasa) di dalam
sebuah Lapas. Oleh karena itu di setiap provinsi perlu didirikan Lapas Anak. c. Perlu disusun suatu
“Kesepakatan Kerjasama/Memory of under- standing” antara Lapas Anak dengan para orang tua Anak.
Penyusunan MOU termaksud dapat difasilitasi oleh organisasi kemasyarakatan yang peduli anak, sebut saja KOMNAS
– ANAK. Daftar Pustaka Abin Syamsuddin, M., 2002. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran
Modul, Bandung: Remaja Rosda Karya. Al-Rasyid, Harun, 1994. Statistika Sosial. Bandung: Program Pascasarjana,
Universitas, Padjadjaran. Harsono HS., 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Solo: Djambatan. Hersey, Paul,
dan H. Blanchard, 1986. Kepemimpinan dan Motivasi, (Alih Bahasa Agus Darmawan), Jakarta: Erlangga. Nasution,
Rusli, 2005. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Lapas dan Pemberian Motivasi Orang Tua Terhadap Keberhasilan
Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan di Lapas Anak Pria Tangerang, Tesis, Sekolah Tinggi Manajemen –
IMM, Jakarta. ------------------, 1997. Keutuhan Rumah Tangga adalah Syarat Utama dalam Pembinaan Anak, (Ceramah
Dihadapan Orang Tua Murid SLTA se Kota Padang), Makalah, Polda Sumatera Barat, 1997. ------------------, 1998.
Selamatkan Remaja dengan Pendidikan Agama, Makalah, DPRD Tk. II Pesisir Selatan. Yusuf Qardlawi, terjemahan Al
Hamid Al Husaini, 1996. Fatwa-fatwa Kontenpower, Jakarta: Yayasan Al Hamidy. Syamsu Yusuf LN, 2003. Mental
Hygienne Kajian Psikologi dan Agama, Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Pendidikan
UPI. Siagian, PS., 1984. Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung. --------------, 1988. Organisasi, Kepemimpinan
dan Perilaku Administrasi, Jakarta: CV. Haji Masagung. Stonner, James AF dan Warkel, Charles, 1986. Management.
Third Edition, London: Prentice Hall International Inc. W.J.S. Poerwadarminta, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta: PN Balai Pustaka. Undang-Undang Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 77. ------------------, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 3. ------------------, Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara RI Tahun 1979 Nomor 32. ------------------, Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor. ------------------, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
http://educare.e-fkipunla.net Generated: 18 February, 2009, 13:11
95. ------------------, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembar Negara Tahun 1974. Dokumen
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pemasyarakatan, Buku VI
Bidang Pembinaan, Jakarta, Desember 2004. Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, Data-data Anak Didik
Pemasyarakatan, Data Organisasi dan Personil Lapas, serta data bangunan Lapas, Tangerang, April 2005.

Tuesday, February 17, 2009

Fungsi Kepolisian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pasal 2 Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 3 (1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus; b. penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b,
dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

rssmountain

RSSMountain